Adapun kaum saljuk adalah satu persukuan bangsa Turki yang
di zaman Sultan Mahmud Sabaktakin, setelah mereka memeluk Agama Islam diberi
tanah tempat mereka tinggal yang baru, setelah mereka meninggalkan tanah tumpah
darah mereka yang asal. Kabilah ini berasal dari suatu jurnai baangsa Turki
yang bernama Gez, keturunan dari Saljuk ibn Taklak, asal turunnya dari
Turkistan di bawah perintah Raja Turki yang bernama Bigu. Taklak adalah kepala
suku, tempat anak cucunya meminta keputusan di dalam perkara – perkara yang
sulit. Puteranya bernama Saljuk. Saljuk ini sangat dipercayai, oleh raja Turki
itu sehingga dianggkat menjadi kepala perang. Tetapi permaisuri Raja Turki Bigu
memberi nasehat kepada suaminya agar Saljuk lekas dibunuh, karena pengaruhnya
nampak kian lama kian besar, takut kelak akan menyaingi baginda.
Maksud raja
hendak membunuhnya itu terdengar oleh Saljuk. Maka dikumpulkannya segala
pengikut dan persukuannya dan segera berpindah boyongan ke negeri Islam.
Kerajaan yang berkuasa di waktu itu ialah Kerajaan Sabaktakin. Kedatangan
mereka di sambut sebaik-baiknya oleh Sultan Mahmud, diberi tanah dan negeri dan
diberi kepercayaan di dalam peperangan-peperangan yang besar-besar. Dan seluruh
mereka di bawah pimpinan Saljuk sendiri menukar agamanya yang lama dengan Agama
Islam. Negeri yang disediakan buat mereka ialah Sihun. Dari sana mereka
senantiasa melancarkan serangan kenegeri-negeri yang di bawah kuasa musuh
lamanya, Bigu Raja Turki itu.
Pada waktu itu
terjadilah perebutan kekuasaan dengan perluasan daerah diantara Kerajaan
Samaniyah dengan Harun ibn Ailah Khan. Harun adalah seorang pemuka Turki lain
yang sedang meluaskan kuasa pula, sehingga beberapa daerah dibawah kekuasaan
Bani Saman telah dapat dikuasainya. Maka Kerajaan Samaniyah mendapat akal,
yaitu memukul Turki dengan Turki. Mereka meminta bantuan kepada Saljuk
memerangi Harun. Permintaan itu dikabulkan oleh Saljuk dan diserahkannya
memimpin peperangan kepada puteranya Arselan. Mereka dapat mengusir Harun dan
kembali kekuasaan kepada Bani Saman.
Sejak itu
bertambah rapatlah hubungan Bani Saman dengan Bani Saljuk.
Saljuk sampai
wafatnya tidak pernah berpisah dengan tentaranya, dan seketika dia wafat meninggalkan
tiga orang puteranya, yaitu Arselan, Mikail, dan Musa.
Diantara ketiga
puteranya itu Mikail terlebih utama, menjadi seorang kepala perang yang gagah
perkasa dan tewas di medan perang juga. Dia meninggalkan putera Bigu, Togrol
Bey, Muhammad dan Jugri Bey Daud. Keempat pemimpin ini dimuliakan dan dita’ati
oleh kaumnya. Akhirnya dapatlah mereka berkuasa dibagian Kharasan dan dibuat
mereka pula hubungan yang baik dengan pemimpinnya disana, yaitu Abu Sahl Ahmad
ibn Hasan Al-Hamduni. Abu Sahl menyerahkan negeri Dandankan ke bawah kuasa
mereka. Kian lama mereka kian besar dan menaklukan, sehingga akhirnya
berjumpalah tentera mereka dengan tentera Raja Mas’ud ibn Mahmud ibn Sabaktakin
yang dahulunya memberikan perlindungan kepada mereka. Mereka telah kuat
sehingga Mas’ud tidak dapat bertahan lagi dan dapat mereka kalahkan pada tahun
430 H. Kekuasaan mereka kian lama kian meluas. Bukan saja Kharasan lagi, bahkan
telah melimpah ke Irak.
Diantara
keempat putera Mikail itu ada Togral Bey yang lebih gagah perkasa. Dikuasainya
negeri Raj (yang terletak di kota Teheran sekarang) dan kemudian diteruskannya
perkembangannya ke negeri Kazwin dan dikuasainya pula dengan berdamai. Sesudah
itu ditaklukannya pula negeri Hamdan, dan pelopor-pelopor tenteranya akhirnya
telah masuk kewilayah Irak, dan telah dekat dari Bagdad.
Bagdab ketika
itu bukan seperti Bagdad di zaman Harun Al-Rasyid lagi. Disana hanya kedudukan
Khalifah-khalifah yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Kekuasaan nenek
moyangnya telah dibagi-bagi oleh Raja-raja yang berdiri sendiri, dan sejak Bani
Buaihi Bagdad di bawah kuasa mereka dan khalifak-khalifah hanyalah dibacakan
namanya dalam khotbah jum’at du samping Raja yang mengasai Bagdad.
Sampai Thogral
Bey ke Bagdad dan turunlah tenteranya di pinggir sungai Dajlah. Bani Buaihi
yang selama ini berkuasa, pada waktu itu telah pecah kekuasaan-nya dan telah
hilang kewibawaannya dari hati. Apa lagi Bani Buaihi terang-terangan berfaham
Syi’ah dan seakan-akan memaksakan fahamnya kepada penduduk Bagdad yang sebagian
besar menganut faham Sunnah. Sedang Thogral Bey adalah penganut Sunnah, sebagai
umumnya bangsa Turki. Dari itu maka orang-orang terkemuka di Bagdad bermupakat
menulis surat dan mengantarkannya dengan utusan, menyatakan bahwa penduduk
Bagdad Tha’at setia kepada baginda dan khalifah sendiri menyatakan bersedia
menyambutnya dan bersedia pula menyuntingkan nama Thogal Bey dalam khotbah
jum’at, sebagai ganti dari Bani Buaihi, di samping nama khalifah.
Maka masuklah
Thogal Bey ke dalam kota Bagdad dengan beberapa kemenangan. Khalifah sendiri,
yaitu Al-Qaim bi Amrillah turut mengagung-agungkannya, yaitu sesudah
dibacakannya alamat tha’at pada setiap masjid, yaitu pada 22 hari bulan
Muharram 447 H. Dan pada tanggal 25 Muharram Raja itu masauk.
Ada 9
khalifah-khalifah Bani ’Abbas yang di bawah perlindungan Bani Saljuk, yaitu
dari mulai khalifah ke-26 (Al-Qaim bi Amrillah) sampai khalifah yang ke-34
(Ahmad An-Na’shir bin Al-Mustadhi’).
Thogrol Bey
berusaha pula memperdekat pertalian keluarganya dengan khalifah sehingga
saudara perempuannya dikawinkannya dengan beliau. Kemudian itu di jangkaunya
pula barang yang menjadi pantangan bangsa Arab turun-temurun, yaitu dipinangnya
saudara perempuan khalifah sendiri untuk jadi istrinya. Permohonannya itu
terpaksa dikabulkan oleh khalifah. Baginda dikawinkan dengan saudara perempuan
baginda yang usianya telah 90 tahun. Tidak pernah istrinya itu dipulanginya,
karena maksud baginda hanya untuk menunjukan bahwa kuasanya dapat merobah adat
yang begitu keras.
Setelah Togrol
Bey meninggal, naiklah menggantikannya puteranya yang bernama Alp Arselan
(artinya singa yang menang). Alp Arselan terkenal karena gagah perkasanya dan
sangat teguhnya memegang agama Islam dan menyiarkannya.
Musush yang
dipandangnya sangat berbahaya ialah kerajaan Romawi Timur, dan Maharaja Romawi
waktu itu ialah seorang yang gagah perkasa pula, Armanus namanya. Sampai
terjadilah peperangan yang besar dan dasyat.
Sedianya akan
kalahkah Alp Arselan karena kekuatan yang tidak seimbang. Tetapi karena sangat
beraninya menghalang maut, dapatlah kekalahan itu dilepaskan-nya, bahkan
Maharaja Armanuslah yang dapat ditawannya. Alp Arselan meninggal dalam sebuah
perang tanding dengan Amir Yusuf dinegeri Khawarizm yang beliau taklukan. Sebab
beliau tidak mau mempertahankan diri seketika Amir datang menikamnya dengan
Khanjar. Beliau juga memerintahkan untuk menulis dalam nisannya sebuah kalimat
” Wahai segala mereka yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Alp Arselan yang
sampai kelangit. Datanglah ke Mervu dan lihatlah kebesaran itu telah terbenam
dalam tanah ”.
Zaman
pemerintahan Alp Arselan itu dipandang sebagai zaman yang gilang-gemilang.
Karena baginda mempunyai pahlawan-pahlawan perang yang gagah perkasa, lagi amat
menghormati ulama dan memajukan ilmu pengetahuan. Banyak masjid beliau dirikan
dan banyak amal-amal akhirat yang beliau anjurkan. Terutama lagi karena beliau
mempunyai seorang Wazir besar yang sangat bijaksana, Al-Wazir Nizam-ul-Mulk.
Atas anjuran Wazir inilah beridiri sekolah Tinggi Nizamiyah, yang berpusat di Naisabur.
Dengan cita-cita untuk membela kepercayaan kaum Sunni, sebagai tandingan faham
Syi’ah. Dalam madrasah-madrasah Nizamiyah itulah timbul bintang-bintang Islam
Imam ul Haramain dan Imam Ghazali.
Setelah Alp
Arselan meninggal, naiklah putranya Malik Syah. Diapun seorang raja besar
seperti ayahnya dan mempunyai jasa-jasa besar dan amat luaslah kerajaan-nya,
sampai dengan Kasygar (Singkiang) di Tiongkok, seperti Bukhara, Samarkhan dan
Khawarizm, sehingga zaman itu tidak ada sultan atau raja lain yang melebihinya
di Asia.
Satu perkara
yang menjadi kenang-kenangan orang tentang kebaikan Malik Syah, ialah ketika
saudaranya memberontak hendak merebut kekuasaan dari tangannya. Pemberontakan
telah dimulainya dari Tharsus. Pada suatu hari, setelah mengerjakan sholat
jum’at, berjumpalah beliau dengan wazir besar Nizam-ul-Mulk, lalu beliau
bertanya: ” jika kami menang menghadapi perlawanan saudara kami, apakah yang
baik dikerjakan ”.
Wazir menjawab:
”semoga baginda memperoleh kemenangan dan dapat menundukkan saudara baginda
yang mendurhaka itu ”.
Malik Syah
menjawab: ” permononanku kepada Tuhan lain daripada permohonan kepada wazir!
Saya mohon biarlah saudaraku diberikan kemenangan jika dia lebih layak dari
padaku memegang kerajaan.
Dengan demikian
terdapat kecacatan dalam sejarah Malik Syah karena suka terpengaruh terpengaruh
oleh bisikan-bisikan kaum pemfitnah. Adapun seorang diantara selir baginda yang
sangat baginda cintai, selir tersebut menginginkan baginda mati untuk dapat
mengangkat anaknya menjadi sultan. Namun usaha tersebut tidak dapat terlaksanan
selama Wazir besar Nizamul-Mulk masih ada. Maka oleh karena itu dibuatlah
berbagai fitnah, yang mengatakan bahwa Wazir ingin berkuasa sendiri dalam
negara dan akan membelokan kesultanan kepada keturunannya. Malik Syah
terpengaruh terhadap hasutan tersebut, sehingga Wazir besar Ma’zulkan yang
berjasa tersebut dan digantikan dengan wazir yang lain yang dapat dipengaruhi
oleh kaum istana. Dan wazir yang baru tersebut takut wazir besar Nizam-ul-Mulk
akan menjabat kembali kelak kalau ternyata oleh baginda bahwa dia sebagai
pengganti tidak cakap. Lalu di surunhnya orang pergi membunuh wazir besar
tersebut yang namanya sudah terkenal di sejarah Bani Saljuk, sehingga matilah
wazir itu dibunuh penghianat.
Di dalam
riwayat lain disebut bahwa pembunuhan wazir besar ini ada campur tangan kaum
Isma’iliyah di bawah pimpinan Hasan Sabah.
Makin lama
makin bersalah Malik Syah terhadap perbuatannya, sehingga tidak senang hatinya
untuk dapat tinggal lagi di kerajaan yang sekarang. Beliau menginginkan untuk
memindahkan pusat kerajaannya ke negeri Bagdad. Tetapi sepuluh hari sebelum
mendapat jawaban dari khalifah di Bagdad tentang kemungkinan pemindahan
tersebut, Malik Syah meninggal dalam usia yang masih muda, yaitu 33 tahun. Dan
banyak juga jasa yang beliau tinggalkan, serta perjuangan-perjuangan lain yang
beliu perjuangkan bersama wazir besar ketika mereka masih berbaikan. Ilmu
pengetahuan sangatlah maju saat itu, terutama ilmu hisbah dan falak. Pada waktu
itulah seorang sarjana menyusun Taqwim ” Islamy sebagai dasar pembelajaran ilmu
falak, yang terkenal namanya dengan nama Taqwim Al-Jalaliyah,” dibangsakan
kepada gelar kebesaran Raja Malik Syah, yaitu Jalaluddin Abu ’Lfathi Malik
Syah.
Di zaman Malik
Syah hidup penyair-filosof-falaki Omar Khayam.
Setelah beliau
meninggal, berhasil juga pada mulanya maksud selir beliau yang telah menanamkan
pengaruh dalam istana menaikan putera baginda Mahmud menjadi gantinya dengan
gelar Nashir Uddin, padahal dia merupakan putra pslin kecil (485 H). Tetapi
anak tertua Barkiyaruq dapat merebut kekuasaan dan Mahmud dan ibunya dibunuh
oleh yang memenangkan kedudukan. Barkiyaruq naik tahta dengan gelar Ruknuddin
Abu’I Muzaffar Barkiyaruq. Di zaman putra yang menggantikannya, Malik Syah II
mulailah pecah perang salib dan baginda telah turut menghadapu peperangan itu.
Tetapi puteranya yang bergelar Ghiyatstuddin Abu Syuja’ yang naik menggantikan
adalah seorang yang lemah pemerintahannya, sehingga tak dapat mencegah bahaya
yang telah mulai datang dari mana-mana. Maka naiklah pamannya Sanjar putera
Malik Syah I merebut kekuasaan dari tangannya dan memulihkan kembali kebesaran
Bani Saljuk, dan putera-putera saudaranya diangkat menjadi wali di
negeri-negeri yang lain.
Hampir dari
tujuannya berhasil mengangkat kembali kemegahan Bani Saljuk kalau tidak terjadi
peperangan dengan Kabilah Al-Qizz, satu kabilah dari bangsa turki. Kabilah
tersebut tidak mau tuduk dan tidak mau membayar jazirah, dan kemudian beliau
memeranginya. Tetapi beliaulah yang tersekap dan meninggal. Setelah Sajar
meninggal terjadi perpecahan kembali dalam kalangan keluarga dan perebutan
mahkota yang tidak henti-hentinya sampai 4 tahun lamanya, yang melemahkan
mereka sendiri dan memecah belahkan kekuatannya, sehingga akhirnya timbullah
sebuah kerajaan baru di negeri Khawarizm, di mulai oleh Takasy seorang
keturunan dari wali-wali yang ditanan oleh daulat Saljuk di negeri Khawarizm.
Tetapi kekuasaan keluarga Takasy di Khawarizm tidak bertahan lama, sebab
kemudian timbul air bah yang menjadikan sejarah yang paling dasyat, yang
menyapu segala bangunan kerajaan-kerajaan Islam yang terkenal itu, yaitu bangsa
Mongol dan Tartar di bawah pimpinan Jengis Khan Maharaja dari Mongol yang
terkenal itu.
Adapun kerajaan
Bani Saljuk Yang terbagi dalam lima keluarga:
1. Kerajaan Saljuk
raya
Menguasai
khorasan, Rayi, pegunungan iran, tanah irak, jazirah, parsia dan Al-Ahwaz.
Kerajaan itu jatuh karena naiknya kerajaan Syah Khawarizm. Berkuasa
dari tahun 429 sampai 522 H.
2. Daulat
Saljukiya Karman
3. Daulat
Saljukkiya di Irak
4. Daulat
Saljukiya di Syam
5. Daulat
Saljukiya di Rum (Asia Kecil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar